Sinjai,MarajaNews—Di tengah aktivitas kota yang tampak tenang, sesungguhnya ada gelombang keresahan yang bergerak di bawah permukaan. Masyarakat mulai mempertanyakan arah penegakan hukum di daerah ini ke mana
sebenarnya perhatian aparat ditujukan, dan apakah keadilan benar-benar ditegakkan untuk kepentingan publik?
Satu per satu kasus bermunculan, seakan menyusun potret besar tentang bagaimana roda pemerintahan dan pengawasan berjalan.
Di sudut-sudut desa, warga mengeluhkan air PDAM yang tak kunjung mengalir dengan baik. Ironinya malahan adanya praktik yang merugikan banyak masyarakat yaitu praktik korupsi dana hibah SPAM. Ketika hak dasar seperti ini terganggu, wajar bila publik berharap adanya langkah hukum yang tegas dan transparan, jika memang terdapat dugaan kelalaian atau salah kelola di tubuh PDAM.
Kemudian pengadaan baju batik yang ramai dibicarakan di media lokal. Bukan soal motif batiknya tetapi tentang penggunaan uang publik dan apakah ada kejanggalan dalam proses pengadaannya. Ini bukan sekadar proyek seragam; ini adalah ujian transparansi bagi siapa pun yang terlibat, dan ujian bagi aparat penegak hukum untuk benar-benar hadir sebagai pengawas kepentingan rakyat.
Kemudian ada tambang galian C ilegal yang seolah tidak pernah benar-benar selesai. Penertiban memang sesekali terlihat, tetapi aktivitas tambang kembali muncul setelah beberapa waktu. Lingkungan rusak, jalan-jalan desa hancur, sungai-sungai tercemar. Warga bertanya dalam hati: mengapa struktur pelaku tambang ilegal ini tidak pernah benar-benar tersentuh?
Sinjai tidak membutuhkan penertiban sebatas spanduk dan dokumentasi, akan tetapi Sinjai membutuhkan keberanian aparat untuk membongkar jaringan yang membuat tambang ilegal tetap beroperasi, dari lapangan hingga para pemain di belakang layar.
Dan di tengah hiruk-pikuk itu, mencuat pula kasus Kamrianto, seorang anggota DPRD yang kini berada dalam sorotan publik. Kasus ini bukan hanya tentang individu, tetapi tentang bagaimana hukum bekerja ketika menyentuh kelompok elit.
Masyarakat mengamati dengan cermat apakah kasus ini akan ditangani secara objektif, atau perlahan memudar seperti banyak kasus lain yang tersendat tanpa kabar. Kepercayaan kepada penegak hukum bertumpu pada kemampuan mereka memperlakukan siapapun dengan standar hukum yang sama tidak peduli jabatan atau garis politiknya.
Ironisnya, ketika berbagai kasus strategis yang menyangkut hajat hidup orang banyak masih menggantung, publik disodorkan pemberitaan tentang keberhasilan Polres Sinjai mengamankan puluhan remaja yang hendak melakukan perang-perangan di malam hari.
Tentu tindakan itu patut diapresiasi mencegah konflik remaja adalah tugas penting. Namun sebagian warga merasa bahwa apresiasi dan sorotan berlebihan terhadap hal tersebut justru kontras dengan lambannya penyelesaian kasus-kasus besar yang jauh lebih krusial.
Muncul pertanyaan di kalangan masyarakat:
Mengapa keberhasilan dalam kasus kecil begitu cepat dirayakan, sementara masalah besar yang menyangkut pelayanan dasar, anggaran daerah, lingkungan hidup, dan pejabat publik justru sepi perkembangan?
Sinjai seakan berada di persimpangan.
Di satu sisi, aparat penegak hukum menunjukkan respons cepat terhadap kasus yang mudah dilihat, mudah dipamerkan, dan mudah menenangkan opini publik jangka pendek.
Namun di sisi lain, kasus-kasus besar yang memengaruhi kehidupan ribuan warga masih menjadi pekerjaan rumah yang menuntut keseriusan, ketegasan, dan integritas.
Masyarakat tidak menuntut yang berlebihanhanya menginginkan penegakan hukum yang proporsional, transparan, dan tidak tebang pilih. Jika PDAM bermasalah, tuntaskan. Jika ada indikasi penyimpangan dalam pengadaan baju batik, buka ke publik. Jika tambang ilegal merajalela, bongkar aktornya. Jika pejabat terlibat pelanggaran, proses dengan tegas.
Serta masih banyak lagi kasus-kasus yang lain yang masih belum terselesaikan hingga kini masih menjadi tanda tanya besar dipikiran masyarakat.
Pada akhirnya, keadilan bukan soal siapa yang ditindak, tetapi bagaimana semua ditindak dengan standar yang sama.
Dan bagi warga Sinjai di tahun 2025, kepercayaan terhadap institusi kepolisian tidak akan dibangun dari pemberitaan seremonial semata, tetapi dari keberanian menyelesaikan persoalan besar yang selama ini dibiarkan menggantung.
Sinjai tidak membutuhkan pencitraan.
Sinjai membutuhkan kepastian hukum.
Dan itu hanya mungkin terwujud ketika Polres Sinjai menjadikan integritas, keberanian, dan keberpihakan pada rakyat sebagai kompas utama dalam setiap langkah penegakan hukum.





